Monday, March 31, 2008

Ken Lee...

This one is frickin' hillarious...never have enough of it...just enjoy it and laugh with all of your energy...

The Radio Dept. - Pulling Our Weight

One of my favorite songs from radio dept. Enjoy...

Maukah Kau Ku Buahi...??? (sebuah karya dari seorang teman)

Sebuah karya dari temen gua, Norvan, yang juga merupakan pencipta dari sebuah komik legendaris bernama "SUPERCONDOM". Mari kita nikmati bersama...

Thursday, March 27, 2008

Where The Birds Always Sing

buat mengisi waktu, gua pengen share aja lirik dari salah satu band favorit gua, yaitu The Cure

Where The Birds Always Sing
The Cure

The world is neither fair nor unfair
The idea is just a way for us to understand
But the world is neither fair nor unfair
So one survives
The others die
And you always want a reason why

But the world is neither just nor unjust
It's just us trying to feel that there's some sense in it
No, the world is neither just nor unjust
And though going young
So much undone
Is a tragedy for everyone

It doesn't speak a plan or any secret thing
No unseen sign or untold truth in anything...
But living on in others, in memories and dreams
Is not enough
You want everything
Another world where the sun always shines
And the birds always sing
Always sing...

The world is neither fair nor unfair
The idea is just a way for us to understand
No the world is neither fair nor unfair
So some survive
And others die
And you always want a reason why

But the world is neither just nor unjust
It's just us trying to feel that there's some sense in it
No, the world is neither just nor unjust
And though going young
So much undone
Is a tragedy for everyone

It doesn't mean there has to be a way of things
No special sense that hidden hands are pulling strings
But living on in others, in memories and dreams
Is not enough
And it never is
You always want so much more than this...

An endless sense of soul and an eternity of love
A sweet mother down below and a just father above
For living on in others, in memories and dreams
Is not enough
You want everything
Another world
Where the birds always sing
Another world
Where the sun always shines
Another world
Where nothing ever dies...

***

baca saja liriknya, lalu resapi artinya...

cheers y'all

Inilah Rimba Kita

Ternyata, dari yang awalnya hanya ngobrol ngalor-ngidul tanpa arah dan tujuan yang jelas bersama mantan teman satu kosan bisa menghasil kan sebuah topik yang cukup menggelitk. Entah mengapa dan bagaimana caranya, kami tiba-tiba sampai kepada topik Psikoanalisa yang dikemukakan oleh Sigmun Freud, seorang tokoh psikologi dari Jerman yang merupakan bapak dari terori psikoanalisa.

Teori itu mengemukakan bahwa manusia terdiri dari tiga bagian, yaitu Id, yang merupakan aspek biologis, Ego (aspek psikologis) dan super ego (aspek sosiologis). Freud menyebutkan bahwa Id adalah sistem original yang ada dalam manusia dan kedua sistem yang lain muncul karena adanya Id ini. Id inilah yang sering dikatakan orang sebagai animal instinct yang tersisa dari manusia.

Teman gua itu berpendapat bahwa manusia sekarang ini hampir sebagian besar telah merelakan dirinya dikuasai oleh Id mereka dan secara tidak langsung telah berubah menjadi binatang. Homo Homini Lupus, manusia telah menjadi serigala bagi sesamanya. Super Ego yang berfungsi sebagai penentu benar atau tidak, pantas atau tidak, susila atau tidak dari sesuatu perbuatan dan tingkah laku manusia telah terupakan. Jangan tanya tentang Ego, yang merupakan jembatan penghubung dari Id dan Super Ego. Ego inilah yang bertugas untuk memilih jalan yang akan ditempuh, hal-hal apa saja dan dengan cara apa saja hal itu bisa tercapai. Inilah penyeimbang dari manusia, yang akhirnya membedakan manusia dengan binatang yang penuh dengan Id dan malaikat yang terdiri dari Super Ego. “Bila manusia telah melupakan Super Egonya, lalu bagaimana Ego bisa mengontrol manusia menjadi seimbang?” Begitu kira-kira pendapat teman saya. “Lalu, apa bedanya kita dengan binatang?” Lanjutnya.

Yah, gua enggak tahu kalo pendapat teman gua itu sudah sesuai dengan teks book yang tersedia. Bila pun ternyata tidak, rasanya tetap masuk akal. Kalian semua enggak usah tersinggung kalo gua menyetujui bahwa manusia kian hari berubah mendekati binatang. Coba kita lihat sekeliling kita dengan seksama, orang-orang saling membunuh, memperkosa, menipu demi untuk kepentingan masing-masing tanpa mempedulikan sekelilingnya.

Entah kenapa rasa malu yang hanya dimiliki oleh manusia pun semakin terkikis. Orang yang memukul orang lain bukannya menyesal malah bangga. Di majalah-majalah banyak wanita yang tanpa malu mengenakan pakaian yang minim, bahakan cenderung tidak memakai apa-apa, dan para pria, termasuk gua, dengan tidak kalah malunya membeli majalah tersebut dan beronani dengan nikmatnya. Seorang pacar dengan tanpa malunya berjalan di depan teman-teman pacarnya tanpa peduli bahwa teman-teman pacarnya itu tidak suka kepadanya karena dia hanya memanfaatkan sang pacar untuk kepuasan harta dan badannya saja. Hmm… Apakah sudah cukup contoh yang gua tulis daiatas tanpa ada rasa malu terhadap diri gua sendiri? Kalian bisa tambahkan sendiri, itu juga kalau kalian tidak malu.

Satu hal yang paling kelihatan, lingkungan kita sehari-hari telah berubah menjadi rimba dimana peraturan yang dipakai adalah Hukum Rimba, siapa yang paling kuat itulah yang akan bertahan. Survival of the fittest, begitu kata orang-orang yang memiliki presiden paling tidak tahu malu sedunia. Kekuatan di sini bukan hanya dari hal tenaga secara fisik doang, tapi dalam segala hal. Negara yang memiliki persenjataan paling kuat, itulah yang memiliki kuasa penuh untuk menentukan nasib manusia yang hidup diseluruh muka bumi. Ormas agama mana yang paling kuat massa yang medukungnya, itulah yang bisa menetukan mana yang dosa dan haram. Calon ketua RT yang memiliki uang paling banyak, dialah yang akan dapat membeli suara paling banyak. Siapa yang paling berkuasa, itulah yang berhak menentukan daerah mana yang akan digusur.

Lalu apa bedanya kita dengan bintang yang hidup di rimba belukar yang sekarang sudah jarang akibat digunduli oleh cukong-cukong berperut gendut dengan cerutu di tangannya dan harim-harim yang tersebar dimana-mana itu? Kalain masih mau bilang hati nurani lah yang membedakan kita dari binatang? Mungkin bagi kita masih tersisa sedikit hati nurani, lalu bagi mereka yang lain? Apakah kita berhak menilai mereka sebagai sejenis binatang?

Memang kita tidak bisa berbuat apa-apa terhadap itu semua. Kita ini apa sih dibandingkan dengan mereka? Mungkin hal yang paling mungkin gua pikirkan sekarang adalah apa yang harus gua katakan nantinya bila ada seekor anjing yang tiba-tiba menghampiri gua dan memprotes apa yang gua tulis sekarang dan dia menolak untuk disamakan dengan manusia-manusia tadi. Kalau misalnya itu terjadi, paling gua cuma bisa minta maaf dan mengkasiani manusia-manusia tadi karena mereka sudah tidak diakui sebagai manusia, eh…di kelompok binatang juga keberadaannya juga tidak dikehendaki. Well, sorry…

Wednesday, March 26, 2008

EARTH

Another movie about global warming (yes my dear, the end is near...hehehehe). But this one, I think, will be more interesting than "An Inconvenient Truth" buatannya Mr. Al Gore. Just read the synopsis below... Katanya sih bakal ditayangin di salah satu gerai bioskop yang bukan memakai angka 2 dan 1 atau yang memakai angka romawi itu...



Earth is a spectacular new documentary made by the BBC that follows the lives of three wild animals over a year. Filmed over a 5 year period, it tracks polar bears in the Arctic, elephants in the Kalahari and a humpback whale, through the trials and tribulations of 4 seasons in their lives. Narrated by Patrick Stewart, with his sexy smoky voice, the high-definition photography is revelatory and a delight. The baby polar bears stick their little noses out of their cave into the light and tumble down hills of snow. Forests bloom from snow drops to blue bells to daffodils in an instant. Shot in 200 locations worldwide, the details of wildlife in their habitat are fascinating. Magnificently plumed birds of Paradise do a mating dance in the rain forest of New Guinea and three million caribou flee for their lives with killer wolves in hot pursuit.

The message is veiled. The narration talks about changes happening and the world changing and makes reference to the rain forests drying up as weather patterns change. But the big issue--climate change--is never strongly articulated. This could be because the BBC has recently been accused of liberal bias in its coverage of political issues or it could be that the producers wanted to reach as wide an audience as possible. Or maybe it's just so obvious that one doesn't need to say it. Even with these quibbles, the film conveys the fragility of our world and how we are all at the mercy of the environment. Opening today, November 16 at a cinema near you. :: Earth


http://www.treehugger.com/files/2007/11/earth_the_movie.php

The Radio Dept.

Untuk sekarang, gua pengen share aja tentang salah satu band favorit gua, yaitu The Radio Dept. (yang akan mampir ke Indonesia bulan depan - 26 April 2008) Artikel ini gua ambil dari wikipedia.com

so...here it goes...


The band was conceived in 1995 by schoolmates Elin Almered and Johan Duncanson, who named the group after a gas-station-turned-radio-repair-shop called "Radioavdelningen" (The Radio Department in Swedish). However, Almered and Duncanson soon stopped playing music together, putting the band on hiatus. The group was reborn three years later, in 1998, when Duncanson starting making music with Martin Larsson. In 2001, Larsson's then girlfriend Lisa Carlberg joined the group on bass, followed by Per Blomgren on drums and Daniel Tjader on keyboards.

Later in 2001, the band sent recordings to music magazine Sonic, receiving a positive review and being featured on the free CD sampler that came with the magazine. Labrador Records heard them on the disc and signed them to their label. Per Blomgren left the group prior to the release of their album Lesser Matters and Lisa Carlberg departed after the release of This Past Week EP. According to their website, the band decided to use digital drum tracks and stated that for their second album they were "taking a new direction ... which wouldn't require a member that played bass guitar."

The group enjoyed more widespread recognition after three tracks ("Pulling Our Weight" from the Pulling Our Weight EP, "I Don't Like It Like This" from the This Past Week EP, and "Keen on Boys" from Lesser Matters) were included on the soundtrack for Sofia Coppola's film Marie Antoinette.

Early 2006 saw the release of their second album Pet Grief. The distorted buzz that adorned most of their debut was now replaced by synthesizer. The album didn't reach the rest of Europe, including the UK until later in 2006. Unfortunately, with little touring support there was no real buzz behind Pet Grief. Reviews were mixed. NME rated Pet Grief with a 7 out of 10, but other magazines were not quite so kind. However, Pet Grief did find popularity amongst a growing fan base throughout the world, thanks to the Internet. The album is available in the US through Darla and through their US distribution deal with Labrador.

By the end of 2006, a brand new track "We Made the Team" was released as the 100th release on the Labrador. It was also the final track on the Labrador's labels Compilation of 100 tracks released at the beginning of 2007. Although all UK tour dates but one in London were recently canceled, the band is said to be working on a new album.

Discography

Albums

EPs and singles

  • Against the Tide 7", Slottet 2002
  • Annie Laurie EP, Slottet 2002
  • Liebling 7", Slottet 2002
  • Where the Damage Isn't Already Done, CDEP, Labrador 2002 (LAB033)
  • Pulling Our Weight, CDEP, Labrador 2003 (LAB058)
  • Why Don't You Talk About It?, CDEP, XL 2004 (REKD41CD)
  • This Past Week, CDEP, Labrador 2005 (LAB068)
  • The Worst Taste in Music, CDEP, Labrador 2006
  • We Made The Team, MP3/Single, Labrador 2006 (DLAB0002)
for more reading: http://en.wikipedia.org/wiki/The_Radio_Dept.

Esok Pasti Akan Datang (lagi...)

Warna jingga mendominasi awan-awan yang berkumpul di ufuk barat. Sementara itu, matahari yang tampak tak pernah lelah menuaikan tugasnya semakin menghilang dari pandangan. Bulan sabit yang menggantikannya untuk mengisi langit tampak semakin jelas. Bintang-bintang pun mulai menunjukan kerlip genitnya. Hari ini sudah mulai beranjak malam. Ah, esok pasti akan tiba lagi.

Ketika seorang wanita terperkosa oleh pemuda yang sedang terbakar oleh birahinya, dia tidak pernah ingin esok datang. Dia akan selalu mengutuki datangnya esok, karena dia harus menjalani sehari lagi hidupnya dengan terbayang kejadian yang memalukannya itu. Sementara sang pemuda ikut pula tidak menginginkan esok untuk datang. Dia terlalu takut bila ternyata esok si wanita tiba-tiba memiliki keberanian untuk melaporkan tindakannya waktu itu kepada pihak berwajib, dan dia akhirnya hanya menjadi seorang pesakitan yang di kamar sebuah hotel prodeo.

Ketika seorang wanita yang mendengar gosip bahwa suaminya telah menikah lagi, dia tidak ingin esok datang. Dia takut bila esok datang, ternyata kabar itu berubah menjadi nyata dan dia ditinggalkan tanpa sepeser harta dalam suaminya yang kaya raya. Sementara itu sang suami ikut pula tidak menginginkan esok untuk datang lagi. Dia terlalu takut bila ternyata esok dia tiba-tiba kehabisan alasan untuk mengelak dari kabar burung yang sampai ke telinga sang istri. Di lain tempat, sang istri kedua juga tak ingin esok datang. Dia takut bila esok datang, suaminya akan memilih kembali ke tempat dimana dia seharusnya berada karena menyadari bahwa dia hanya dimanfaatkan harta dan kekuasaannya saja.

Ketika sepasang kekasih bersama dalam pelukan, mereka tidak ingin esok datang. Mereka takut bila esok datang, ada sesuatu yang akan menghalangi mereka untuk bersama lagi. Mereka takut bila esok datang, cinta dan rasa sayang pasangannya akan berkurang terhadap dirinya. Mereka takut bila esok datang, ternyata disitulah mereka harus terpisah lama atau mungkin selamanya.

Aku selalu ingin esok untuk datang lagi. Akan ada harapan baru yang dibawa oleh esok dalam hidup ini. Pasti ada keriangan yang datang bersamaan dengan datangnya esok. Selalu ada nafas yang berhembus dari paru-paru ketika esok membangunkanku dari tidurku.

Ada yang bilang, hidup ini adalah sebuah perjudian yang tanpa batas. Bila itu benar, aku adalah si penjudi yang sangat kecanduan. Ketika esok mulai tercium, aku selalu mempertaruhkan sesuatu yang aku punya dengan harapan mendapatkan sesuatu yang setimpal dengannya, atau mungkin lebih. Tetapi, bila ternyata tidak, juga tidak masalah. Akan ada selalu esok yang akan datang lagi. Tak peduli berapa banyak manusia di dunia ini yang idak menginkan esok untuk datang, mereka tidak pernah punya kuasa untuk menghentikan datangnya esok ke dalam hidup mereka.

Malam kini semakin gelap. Langit kini telah terselimuti oleh awan hitam yang pekat. Bintang dan rembulan kehilangan kerlip dan cahaya mereka yang genit itu. Aku harus segera bergegas masuk. Banyak yang harus aku siapkan sebelum esok datang. Banyak yang harus aku selesaikan sebelum semuanya terlambat. Sabar ya… Dan esok kita pasti bersama lagi….

Artikel ini ditujukan untuk orang yang selalu membuat gua takut akan datangnya hari esok. I hate when tomorrow come and you’re not there.

Nasibmu, Nak...

Masa kecil katanya adalah masa yang sangat menyenangkan. Dunia terasa sangat indah, lengkap dengan buliran embun yang menetes dari daun padi dan pelangi mengisi latar belakangnya. Sikap polos dan penuh keingintahuan menjelajah dunia tanpa harus merasa takut. Bernyanyi riang dengan teman, bermain petak umpet saat purnama muncul, sebelum akhirnya terlelap pulas dan dijemput bidadari cantik dalam mimpi indah.

Tawa riang akan selalu memenuhi ruang kehidupan. Tangis yang ada karena rasa sakit dari jeweran bunda pun segera tak pernah lama bertahan. Berlari dengan langkah berjingkat sambil bersenandung lagu tentang piknik di hari minggu bersama ayah dan bunda. Tak pernah sebersit gelisah muncul untuk mematikan mimpi dan cita-cita untuk menjadi dokter, insinyur atau presiden.

Sayangnya, ada saja berbagai pihak yang ingin merenggut itu semua dari mereka. Dengan tangan-tangan kotor, mereka merusak hari-hari indah itu dan menjadikannya tak kalah dari neraka jahanam. Anak-anak selalu saja akhirnya menjadi korban dari segala tindakan dari orang-orang dewasa. Sungguh sangat tidak adil.

Kita dengan gampangnya bisa melihat anak-anak yang bingung dimana ibunya. Dia sama sekali tidak mendapat jawaban apapun dari sang ayah, karena sang ayah terlalu gengsi atau malas untuk menceritakan perihal perceraiannya dengan istrinya. “Anak-anak pasti tak akan mengerti dan pasti mereka akan lebih baik tinggal dengan saya daripada dengan ibunya yang tukang selingkuh itu” begitu pikir sang ayah. Apakah itu adil? Tidak ada yang mau peduli.

Di tempat lain, kita bisa melihat seorang anak yang kelimpungan dan kelelahan akibat jadwal les yang begitu padatnya. Hari ini les piano disambung dengan les aritmatika. Besok sore harus les berenang disambung sama les bahasa Inggris. Jadwal yang padat itu terus berlanjut. Sementara si anak hanya bisa terdiam dari balik kaca mobil mewah yang mengantarnya saat melihat anak-anak seusianya yang riang gembira bermain bola di lapangan perlumpur, si Ibu sudah dipenuhi oleh pikiran-pikirannya sendiri. “Anak saya harus jadi orang yang pintar dan terpandang agar bisa mewarisi perusahaan si Papa, pasti dia jadi bahagia” begitu pikirnya. Apakah itu adil? Tidak ada yang peduli.

Di suatu Negara, kita bisa melihat dengan jelasnya anak-anak yang tidak tahu bahwa mereka sudah mengantungi utang bawaan dari negaranya. Para pejabat dengan seenaknya memakan uang yang bukan milik mereka, lalu melarikan diri ke luar negeri untuk berfoya-foya. “ah, saya tidak akan tertangkap ini, jadi buat apa harus takut, toh negara ini sangat kaya dengan calon-calon sumber daya manusia, biar saja mereka yang melunasi utang ini” begitu pikirnya. Apakah itu adil? Tidak ada yang peduli.

Pantas saja Peter Pan tidak pernah mau pergi dari Neverland, tempat dimana anak-anak tidak pernah menjadi dewasa. Tampaknya dia telah mengetahui bahwa bila dia keluar dari sana untuk menuju dunia nyata, dia akan berubah menjadi orang-orang seperti Kapten Hook. Dia akan berubah menjadi orang yang akan mencuri masa-masa indah menjadi anak-anak.

Gua rasa ada perlunya bila suatu saat nanti, ada satu hari khusus dimana semua orang dewasa harus meminta maaf kepada anak-anak atas apa yang telah mereka perbuat selama ini. Mereka harus sadar bahwa anak-anak juga tetap manusia, yang mempunyai hak untuk memilih, hak bertanya dan mendapat jawaban dan hak untuk tidak diperlakukan sewenang-wenang. Sudah orang-orang dewasa peduli akan itu semua dan menghilangkan pikiran bahwa merekalah satu-satunya yang berhak memiliki dunia ini.

Mudah-mudahan akan ada satu masa dimana menjadi anak-anak kembali menyenangkan. Entah kapan itu semua terwujud. Semoga tulisan yang tidak jelas ini dapat menyadarkan kita, orang yang katanya akan menuju kedewasaan, untuk tidak merenggut masa-masa indah itu dari anak-anak kita nanti.

DIA YANG AKU TUNGGU

Tiba-tiba saja, aku merasa gelisah ketika aku sadari jarum detik yang sedang bergerak itu telah merapat. Hmm… Harum sekali bau yang aku cium dari nya. Selama ini aku hanya bisa membayangkan saja seperti apa wanginya. Aku pernah mendengar orang-orang memperbincangkan wanginya. Ada yang bilang kalau wanginya seperti buah durian yang sedang matang-matangnya, ada yang bilang kalau wanginya seperti parfum buatan Perancis yang harga per botolnya sampi berjuta-juta rupiah, tapi ada yang bilang wanginya seperti petai dan jengkol bahkan seperti bangkai tikus yang telah mati berhari-hari di jalan raya. Seperti yang sudah aku kira, tak ada satu pun pendapat tersebut yang mendekati dari wangi yang aku hirup sekarang ini. Mungkin mereka hanya mengarangnya, supaya bisa menarik perhatian dari lawan bicaranya atau dan memperoleh simpati dari orang-orang tersebut.

Wangi ini semakin membuat daya khayalku bertambah kuat. Kali ini aku membayangkan seperti apa rupanya. Aku mencoba membayangkan keindahan seperti apa yang menghasilkan wangi seperti ini. Aku mencoba membayangkan keelokan seperti apa yang tersimpan di sosok itu. Aku bahkan mencoba membayangkan bagaimana dia menyentuh aku. Di sisi lain aku juga menbayangkan keburukan apa yang tersimpan di balik semua itu. Aku berusaha untuk mematikan semua panca indera yang aku punya, agar aku bisa benar-benar membayangkannya, tetapi wangi itu ternyata bisa meresap ke dalam jiwa ku, sehingga bayangan yang ada dalam khayalku hilang sebelum benar-benar sempurna.

Saat aku pertama kali tahu bila dia semakin dekat, aku merasa sangat takut. Ada perasaan sesak yang tertahankan muncul dalam dada, diikuti dengan mual dan perut yang terasa berputar. Aku tak ingat berapa lama aku terdiam tak bersuara. Aku tak ingat lagi apa yang tertangkap dalam pandangan mata ku. Bukan gelap, tetapi bukan juga terang. Pikiranku tiba-tiba melakukan perjalanan waktu yang sangat singkat, tetapi semua perjalanan hidupku tergambar dengan jelasnya bagai film-film Hollywood.

Beberapa hari setelah itu, aku tidak pernah bisa berpikir dengan jernih. Aku selalu saja berusaha mencari kambing hitam penyebab semua ini. Aku menyalahkan orang lain yang tidak pernah peduli terhadap diri ku. Aku menyalahkan diri aku yang peduli terhadap orang lain yang tidak pernah peduli itu. Aku menyalahkan peliharaanku yang menyita hampir seluruh waktu yang ada dalam sehari. Aku menyalahkan aku yang mau saja waktu yang ada dalam sehari disita oleh peliharaanku. Aku menyalahkan dunia yang tidak pernah berhenti berputar. Aku menyalahkan aku yang tidak pernah mau mengikuti putaran dunia. Begitu saja seterusnya, setiap kali aku mengkambing hitamkan sesuatu, selalu saja ternyata aku yang salah. Ternyata, aku lah kambing hitam yang sebenarnya.

Ah… Jarum-jarum penunjuk waktu kembali menyita perhatianku diantara wangi yang masih terus membayang. Entah kenapa aku merasa kasihan terhadap mereka. Apakah mereka tidak pernah lelah menghadapi rutinitas yang mereka jalani? Apakah jarum penunjuk jam tak pernah iri terhadap jarum penunjuk menit akan kecepatannya berputar? Apakah jarum penunjuk menit tak pernah mencoba untuk tidak patuh akan putaran jarum penunjuk detik? Apakah jarum penunjuk detik tidak pernah lelah berputar begitu cepat dan iri akan santainya jarum penunjuk jam berputar? Apakah sebenarnya mereka memendam kebencian satu dengan yang lainnya tapi tak pernah bisa mengungkapkannya karena mereka harus patuh terhadap kediktatoran sang waktu yang tak pernah memberi kesempatan mereka berhenti berputar dan mengungkapkan kebencian mereka satu dengan yang lain? Lalu apakah mereka tahu bahwa aku selalu mengharapkan kalau mereka bisa bisa berputar terbalik arah, hanya untuk sekedar mengulang kembali masa indah yang entah kenapa lebih cepat berlalu dibandingkan masa kelam yang hadir dan seakan tak pernah berakhir? Apakah mereka mengutuki aku karena aku berharap begitu? Aku yakin aku tak akan pernah bisa tahu.

Wangi ini masih terus hadir sementara aku tersadar dari semua pertanyaanku tadi. Aku teringat saat aku mencoba mencari penjelasan akan semua ini dalam seluruh literatur yang ada. Tak satu pun bisa memuaskan dahaga yang begitu menguasai pikiranku. Semua itu seperti air laut. Semakin banyak aku meminumnya, semakin menjadi dahaga yang ada. Tapi aku tak pernah bisa punya pilihan untuk meminum air tawar, karena semua yang ada tersama sangat asin bagiku.

Tapi, entah kenapa diantara keseragaman rasa yang ada, semuanya menjadi sebuah kontradiksi yang tak pernah ada akhir. Aku seakan menciptakan sebuah mahluk dalam bayanganku yang terus menerus berubah wujud tanpa aku bisa mengontrolnya dengan pikiranku sendiri.

Dia sudah semakin dekat. Entah kenapa aku tahu itu dengan begitu yakinnya. Padahal aku tak pernah melihatnya secara nyata. Dia juga tak pernah mengeluarkan suara yang bisa menandakan jarak yang tercipta antara kami berdua. Wanginya pun tak bertambah kuat atau menjadi lemah. Tapi aku tetap yakin. Seyakin aku tahu kalau kalian pernah merasakan hal seperti ini, dalam kasus yang berbeda dan tentunya tak sama dengan ku. Maksudku, keyakinan yang timbul entah dari mana, tanpa pernah kalian bisa jelaskan kepada orang lain apa alasannya. Hanya keyakinan yang ada itu lah yang akhirnya menjadi satu-satunya alasan. Tapi, bila kalian tak mengerti juga, aku hanya bisa meminta maaf karena telah membuat kalian bingung, walaupun mungkin kata maaf tak akan pernah cukup, paling tidak aku mencoba untuk tulus.

Kini, aku sedikit mulai rasakan kebahagian muncul. Entah kenapa rasa itu menyeruak diantara rasa yakin yang ada. Aku dapat rasakan ujung bibirku mulai menyungginkan sebuah senyum. Semakin lama aku rasa itu semakin lebar. Aku tak perlu melihat cermin, tapi aku tahu aku kini sedang tersenyum. Lebih tepatnya, aku memilih untuk merespon rasa bahagia yang muncul ini dengan senyum dan aku memilih untuk membiarkan senyum ini terus melebar. Karena aku ingin menikmati saat ini, saat aku masih bisa tersenyum sebagai respon atas sebuah kebahagiaan. Semua pertanyaanku tadi pun seakan terjawab, hanya oleh sebuah senyum yang mengembang.

Find me when I'm Online

this is me...

Your results:
You are Green Lantern
Green Lantern
90%
Spider-Man
80%
Iron Man
75%
Hulk
70%
Catwoman
65%
The Flash
50%
Superman
45%
Batman
45%
Robin
40%
Wonder Woman
40%
Supergirl
40%
Hot-headed. You have strong
will power and a good imagination.
Click here to take the Superhero Personality Test